Minggu, 01 Desember 2013

Dr. Masumeh Abad, Penulis Buku 10 Jilid Dari Sperma Sampai Kelahiran

06.18

Oktober tahun 1980, menyusul agresi pasukan Baath Irak ke Iran, seorang gadis muda yang terhormat dan pejuang yang tulus berada dalam tawanan pasukan Irak di kota Abadan. Dia bernama Masumeh Abad yang lahir pada tahun 1962 di kota itu. Saat ditawan dia masih berusia 18 tahun dan termasuk salah satu dari tim relawan yang merawat para korban luka dalam perang ini. Lebih dari tiga tahun lamanya Masumeh berada dalam tahanan rezim Baath dan selama itu pula ia selalu mendambakan dapat kembali ke kampung halaman dan berkumpul lagi dengan keluarganya. Saat kembali ke tanah air, ia disambut dengan suka cita oleh seluruh rakyat Iran. Kini Masumeh Abad yang sudah berusia 50 tahun hidup bersama suami dan tiga putrinya. Meski sudah berusia setengah abad, namun semangatnya masih tak memudar. Ia tetap aktif dalam berbagai kegiatan sosial. Dalam perang yang dipaksakan rezim Baath Irak atas Iran, Masumeh kehilangan saudaranya yang gugur syahid. Setelah bebas dari tahanan, ia melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Berkat kegigihannya, ia berhasil menyelesaikan pendidikan di fakultas kedokteran. Tahun 2011, Masumeh Abad meraih gelar doktor jurusan kandungan di universitas Shahid Beheshti. Banyak buku yang sudah ia tulis terutama tentang kesaksian dan pengalamannya di masa perang dan selama berada dalam tahanan rezim Saddam di Irak. Ia juga menulis beberapa buku di bidang kesehatan yang salah satunya membahas cara kerja anggota tubuh manusia yang ditulis dalam 10 jilid. Bukunya yang lain berjudul ‘Dari Sperma Sampai Kelahiran'. Di buku ini ia menjelaskan apa saja yang dibutuhkan ibu selama masa kehamilan. Dia saat ini menjalankan tugas mulia sebagai seorang dokter di sebuah rumah sakit. Dr Masumeh Abad mendapat anugerah bintang kehormatan karena pengorbanan dan ketabahannya menjalani masa-masa sulit sebagai tawanan rezim Baath di penjara al-Rashid, Abu Ghraib, dan Anbar antara tahun 1980-1984. Penghargaan juga diberikan atas prestasi dan kegiatan sosialnya, khususnya perannya sebagai tenaga pengajar di berbagai perguruan tinggi. Saat ini Dr.Abad dipercaya warga Tehran untuk menjadi anggota Dewan Kota sebagai ketua komisi kesehatan kota. Selain itu, ia juga menjabat ketua forum permusyawaratan wanita untuk kota-kota Besar dan ibukota provinsi. Masumeh Abad tengah mengupayakan pembentukan Fraksi Wanita di Dewan Kota. Menurutnya, masalah wanita memerlukan penanganan yang khusus. Menyinggung tentang jilbab yang tak bisa dipisahkan dari masalah perempuan, ia menuturkan, "Jika fraksi wanita bisa diaktifkan di Dewan Kota, fraksi ini bisa lebih fokus memberikan masukan yang lebih baik dalam masalah keamanan akhlak dan sosial di tengah masyarakat." Dr Masumeh Abad saat menceritakan masa perang dan penangkapan atas dirinya, mengatakan, "Di awal perang, aku ditunjuk mewakili pemerintah kota Abadan di bagian layanan sosial. Kondisi perang yang diwarnai dengan larinya sebagian warga dari kota Abadan menyisakan pemandangan yang menyedihkan. Banyak anak yang telantar tanpa ada yang mengurus mereka. Aku ditugaskan untuk mengambil anak-anak itu dan menyerahkan mereka ke panti asuhan di kota Shiraz. Sekembalinya dari Shiraz aku melihat pemandangan yang menakjubkan di sekitar kota. Sebelum itu aku tak pernah tahu bahwa kota Abadan berada dalam blokade dan kepungan tentara Baath Irak. Mendadak sebuah bom meledak di dekat kendaraan kami, dan kami terpaksa berhenti. Tiba-tiba muncul sekelompok tentara Irak dan merekapun menangkapku bersama seorang rekan perawat lainnya. Kami kemudian dibawa ke satu tempat dan di sana sudah ada banyak orang yang ditawan dengan cara yang sama. Mereka menemukan surat pengangkatanku oleh pemerintah kota. Surat itu itu dijadikan alasan untuk menelpon ke Baghdad. Mereka mengaku telah menangkap seorang jenderal perempuan dari Iran. Masalah inilah yang membuat mereka sensitif terhadapku." Para tawanan wanita itu berpikir bahwa penahanan tak akan berlangsung lama. Sebab mereka semua adalah perempuan dan warga sipil. Berdasarkan undang-undang internasional, mereka harus dibebaskan. Tapi dugaan itu keliru. Tentara Baath membawa dan menjebloskan mereka ke penjara-penjara yang menakutkan di Irak. Dua tahun lamanya, rezim Baath menyembunyikan identitas mereka dari Palang Merah Internasional. Masumeh Abad berkisah, "Setiap enam bulan sekali kami diberi kesempatan untuk berjemur di bawah matahari. Waktu yang diberikan sekitar 15 sampai 20 menit. Beberapa menit itu adalah saat yang paling indah selama dalam tahanan. Ketika dibawa ke sana, kami sengaja membuat keributan supaya suara kami didengar oleh para tahanan lainnya. Kami mengatakan bahwa sebagai wakil dari pemerintah, kami tak pernah meninggalkan rakyat. Kami bahkan ikut menjadi tawanan. Tentunya, tentara Irak memperlakukan kami dengan kasar dan berusaha membuat kami tutup mulut. Tapikami tak peduli dan tetap melakukan apa yang kami rencanakan. Kami menulis apa yang kami alami di pintu dan dinding sel tahanan. Mungkin saja mereka yang datang setelah kami akan membacanya." Salah satu tindakan ilegal yang dilakukan rezim Irak adalah memindahkan Masumeh dan rekan-rekannya ke penjara al-Rashid. Padahal, sebagai tawanan perang mereka seharusnya dibawa ke kamp para tawanan, sementara al-Rashid adalah penjara untuk para tahanan politik Irak. Berada di sana selama dua tahun, Masumeh bisa merasakan apa yang dialami para pejuang Irak lewat catatan dan tulisan pada dinding-dinding sel, termasuk nasib yang dialami Ayatullah Syahid Muhammad Baqir Sadr dan adik perempuannya Bintul Huda. Ada juga catatan seorang tawanan yang menceritakan bahwa besok sebelum matahari terbit dia akan dieksekusi oleh regu tembak. Sebagian menulis wasiat mereka di dinding penjara. Setelah dua tahun berada di penjara al-Rashid, Masumeh memutuskan untuk keluar dari penjara itu dengan cara apapun. Aksi mogok makan adalah pilihan terakhir. Bersama rekan-rekannya Masumeh mogok makan. Di hari-hari pertama, rezim Irak tidak mengambil serius aksi ini. Namun setelah berjalan 19 hari, dan Masumeh tak sadarkan diri karena keadaan fisiknya yang memburuk, rezim Baath membawanya ke rumah sakit. Setelah dirawat selama satu bulan, Masumeh dipindahkan ke kamp tawanan di Mosul. Masa penahanan di Mosul berlangsung selama hampir dua tahun. Bulan Februari tahun 1984, Masumeh bersama empat tawanan wanita Iran dibebaskan oleh rezim Baath dalam proses pertukaran tawanan. Mengenai kemajuan perempuan Iran pasca revolusi Islam, Dr.Abad mengatakan, "Sebelum revolusi, kaum wanita di Iran mengalami satu bentuk kemiskinan budaya yang disebabkan oleh kebijakan keliru yang mengesampingkan mereka dalam kegiatan sosial. Tapi setelah kemenangan revolusi dan tersebarnya pesan kebebasan dari Imam Khomeini ra yang menyebut kaum wanita sebagai lengan yang kokoh dan utama bagi revolusi, pandangan keliru tadi terkikis dari masyarakat. Dan, kaum perempuanpun berhasil menemukan tempat dan posisinya yang hakiki. Pemikiran Imam itu sampai sekarang tetap berjalan. Propaganda miring yang sengaja ditebar oleh musuh tak mampu melemahkan proses ini. Dapat dikatakan bahwa kemajuan saat ini yang dicapai oleh kaum perempuan kita di semua bidang kebudayaan tidak bisa dibandingkan dengan kondisi di masa lalu. Salah satu parameternya yang terbilang kecil adalah angka penerimaan mahasiswi di negara ini yang sangat mencolok." Berbicara tentang keluarga, Dr.Masumeh Abad menjelaskan, "Menurutku keluarga adalah tempat dimulainya kesuksesan individu dan sosial. Dalam kaitan ini, perempuan memainkan peran kunci. Tapi ini bukan berarti bahwa kepedulian kepada tugas dalam keluarga mencegah kaum perempuan dari tugas sosialnya. Kedua tugas dan fungsi itu mesti dijalankan dengan seimbang dan benar. Dan itulah yang diharapkan dari setiap wanita yang cerdas." Masumeh mengaku bahwa ia tak pernah mengalami kesulitan yang berarti dalam membagi tugas-tugasnya. Dalam hal ini, ia memuji dukungan keluarga khususnya suami kepada dirinya. Dia mengatakan, "Aku banyak dibantu oleh suamiku. Tanpa bantuannya aku tak akan pernah bisa melakukan tugas dengan baik. Karena itu, aku katakan bahwa semua ini tercapai berkat inayah Allah dan bantuan serta kerjasama suamiku." Saat ini, dua dari tiga putri Dr.Abad sedang menyelesaikan studi jenjang doktoral jurusan kedokteran. Mereka ingin menjadi seperti sang ibu yang sukses dan berguna bagi masyarakatnya.(IRIB Indonesia)

Written by

Kita semua generasi yang menghargai perbedaan...hindari perselisihan, Ayo Bangkit Untuk Sebuah Bangsa Yang Besar !! Kita Semua Bisa !! KATAKAN TIDAK UNTUK KORUPSI

0 komentar:

Posting Komentar

 

© 2013 Pusat Informasi Kesehatan Politik dan Teknologi. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top